LOGIN ADMIN

Masuk

ANDA PENGUNJUNG KE:

Free Web Counter

WAKTU

KALENDER

PESAN PENGUNJUNG

Peran Pramuka

LENSA

Media net lainya

LINK PRAMUKA

Revitalisai Gerakan Pramuka

Kemah Di Alam

Kebersihan

Selasa, 08 Juni 2010


Sejarah Baturaden


baturaden 
LETAK GEOGRAFIS BATURRADEN
Baturraden dikenal sebagai tempat pariwisata atau peristirahatan pegunungan sejak tahun 1928 yang memiliki hawa yang sejuk dan cenderung sangat dingin dengan suhu 18°C-25°C. Baturraden terletak di sebelah selatan di kaki gunung Slamet dengan ketinggian 3.428 meter, merupakan gunung berapi terbesar serta gunung tertinggi kedua di Jawa.
Baturraden terletak pada ketinggian sekitar 640 meter diatas permukaan laut dan berjarak hanya 14 km dari pusat kota Purwokerto yang dihubungkan dengan jalan yang memadai. Untuk mencapai taman wisata Baturraden yang terletak di daerah Banyumas dapat menggunakan transportasi darat yang dapat dilakukan dengan berbagai Armada Angkutan Darat: Kereta Api, Bus Antar Propinsi, Bus Antar Kota yang menghubungkan kota-kota diseluruh Pulau Jawa terutama tujuan Jakarta, Bandung, Solo, Surabaya, Yogyakarta, Semarang.
Kota Purwokerto merupakan ibukota kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Wilayah Kabupaten Banyumas terletak di sebelah Barat Daya dan merupakan bagian dari Propinsi Jawa Tengah. Terletak di antara garis Bujur Timur 108° 39′ 17” sampai 109° 27′ 15” dan di antara garis Lintang Selatan 7° 15′ 05” sampai 7° 37′ 10” yang berarti berada di belahan selatan garis khatulistiwa.Bagian utara Kabupaten Banyumas, yakni berbatasan dengan Kabupaten Brebes, Tegal, Pemalang, dan Purbalingga, merupakan kawasan pegunungan yang merupakan ujung barat Pegunungan Serayu Utara. Puncak tertingginya adalah Gunung Slamet (3.428 meter dpl), di samping terdapat puncak lain seperti Gunung I Kucing (1.520 meter) dan Gunung I Manis (2.163 meter). Perbukitan yang terdapat di bagian barat merupakan perpanjangan dari Depresi Bandung di Jawa Barat. Sedangkan pegunungan yang terdapat di bagian tenggara adalah ujung barat dari Pegunungan Serayu Selatan, dengan puncaknya Gunung Jampang (809 meter) di perbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara. Luas wilayah Kabupaten Banyumas sekitar 1.327,60 km2 atau setara dengan 132.759,56 ha. Batas-batas Kabupaten Banyumas, yaitu :
1. Sebelah Utara : Gunung Slamet, Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang
2. Sebelah Selatan :Kabupaten Cilacap
3. Sebelah Barat : Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Brebes
4. Sebelah Timur : Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Banjarnegara.
SEJARAH BATURRADEN
Sejarah atau cerita yang berhubungan dengan nama Baturraden itu ada dua versi, yaitu versi Kadipaten Kutaliman dan versi Syekh Maulana Maghribi.
Baturraden berasal dari dua kata yaitu ‘Batur’ yang dalam bahasa Jawa berarti Pembantu, Teman, atau Bukit dan ‘Raden’ yang dalam bahasa juga berarti Bangsawan. Dilihat dari susunan kata-katanya, maka nama Baturraden terdiri dari kata :
a. Batur – Radin, yang artinya tanah datar
b. Batur – Adi, yang artinya tanah yang indah
Dua macam nama tersebut bukan sesuatu nama yang berdiri sendiri tanpa ada kaitannya dengan wilayah lain sepanjang lereng Gunung Slamet dari arah barat ke timur sampai Dieng plateau (dataran tinggi Dieng). Disekitar Baturraden juga terdapat beberapa nama diawali dengan kata ‘Batur’, seperti; Batur Agung, Batur Golek, Batur Semende, Batur Sengkala, Batur Macan, Batur Duwur, Batur Wadas Galengan dan Batur Begalan.
Versi Kadipaten Kutaliman
Pada Ratusan tahun silam konon terdapat sebuah Kadipaten ‘KUTALIMAN’ yang terletak 10 km disebelah Barat Baturraden. Adipatinya mempunyai beberapa anak perempuan dan seorang ‘gamel’ (pembantu yang menjaga kuda). Salah satu anak perempuannya jatuh cinta dengan gamel. Cinta mereka dilakukan secara sembunyi-sembuyi. Sesudah mendengar berita, bahwa anak perempuannya jatuh cinta dengan pembantunya, sang Adipati marah dan mengusir gamel dan anak perempuannya dari rumah. Diperjalanan dia melahirkan bayi didekat sungai, kemudian mereka menamakannya sungai ‘Kaliputra’. (Kali berarti Sungai dan Putra berarti anak laki-laki). Letaknya kira-kira tiga kilometer sebelah utara Kutaliman. Akhirnya mereka menemukan tempat yang indah dan memutuskan untuk tinggal di tempat yang sekarang dikenal dengan nama ‘Baturraden’. Berdasarkan versi pertama tersebut nama Baturaden seharusnya ditulis dengan dua ‘R’ karena versi tersebut berasal dari kata ‘Batur’ dan ‘Raden’ menjadi ‘BATURRADEN’.
Versi Syekh Maulana Maghribi
Konon di Negara Rum, bertahta seorang Pangeran bernama Syekh Maulana Maghribi berasal dari Turki yang memeluk agama Islam dan dia adalah seorang ulama. Pada waktu fajar menyingsing, setelah beliau melakukan kewajibannya selaku orang muslim, terlihatlah oleh beliau cahaya terang misterius bersinar disebelah timur menjulang tinggi di angkasa. Terdorong oleh perasaan ingin mengetahui tempat darimana cahaya terang misterius itu datang dan makna dari cahaya terang tersebut, maka timbullah niat dan itikad yang kuat di dalam sanubarinya dan mencari tempat yang dimaksud. Seorang sahabatnya bernama Haji Datuk dipanggil dan diperintahkan supaya para hulubalang dan balatentaranya menyiapkan armada dengan segala perlengkapannya untuk berlayar menuju kearah datangnya cahaya misterius tersebut. Maka,berangkatlah si Pangeran bersama-sama dengan sahabatnya itu 298 (dengan dua ratus sembilan puluh delapan) orang pengikutnya mengarungi samudera menuju kearah terlihatnya cahaya itu memancar selama 40 malam.
Kemudian sampailah mereka di ujung timur sebuah pulau yang bernama dengan Pulau Jawa. Adapun tempat dimana mereka membuang sauh dewasa ini terkenal dengan nama Pantai Gresik. Meskipun mereka telah lama menempuh perjalanan penuh dengan berbagai kesulitan dan penderitaan serta menghadapi bermacam-macam marabahaya, mereka belum mencapai apa yang menjadi cita-cita atau tujuannya karena cahaya terang misterius tersebut tampak disebelah barat. Pada suatu waktu terlihat kembali cahaya terang yang sedang dicarinya itu disebelah barat dan mereka mengambil keputusan kembali karah barat dengan menempuh jalan di laut Jawa di pantai Pemalang Jawa Tangah, dimana mereka berlabuh sambil sekedar melepas lelah. Ditempat ini Syekh Maulana Maghribi meminta para armadanya untuk pulang ke negerinya, sedangkan Syekh Maulana Maghribi ditemani oleh Haji Datuk dan untuk sementara bermukim ditempat itu.
Karena mereka mempunyai kepercayan pada Yang Maha Pencipta, mereka dijiwai oleh kekuatan Gaib yang tiada kunjung padam dan berketetapan hati akan melanjutkan perjalanannya dengan jalan kaki menuju kearah Selatan sambil menyebarkan agama Islam. Dari Pemalang mereka menuju ke selatan menyusuri hutan belantara tanpa mengenal bahaya yang dihadapinya karena tertarik sinar cahaya misterius yang sekarang terlihat di Timur Laut. Berhubung jalur yang ditempuhnya itu meletihkan, maka mereka berhenti sejenak untuk melepaskan lelahnya sambil termenung merasakan kisah perjalanannya serta kewajibannya yang dibebankan diatas pundaknya untuk menyebarluaskan agama Islam. Tempat dimana mereka beristirahat dengan diliputi pikiran-pikiran (gagasan-gagasan) dan perasaan-perasaan yang memenuhi hati sanubarinya diberi nama ‘Paduraksa’ yang artinya bertengkar didalam kalbu atau rasa.
Dari tempat itu mereka meneruskan perjalanannya ke selatan lagi dan sampailah mereka di hutan belukar dan untuk melepaskan lelahnya mereka singgah diatas tonggak randu yang tumbang dan tempat tersebut mereka beri nama ‘Randudongkal’. Dari tempat peristirahatannya itu, cahaya terang masih kelihatan ada di timur laut, dan mereka meneruskan perjalanannya menuju arah cahaya tadi. Dan sebelum mereka sampai ketempat yang menjadi tujuannya mereka berhenti untuk beristirahat di dekat Sendang (kolam) untuk melakukan ibadah Sholat, dan sesudahnya tempat tersebut diberi nama ‘Belik’. Setelah melakukan Sholat, maka perjalanan diteruskan kearah timur dan sampailah disuatu tempat, dimana terdapat banyak batu-batuan dan di tempat tersebut mereka beristirahat lagi sambil memikirkan bagaimana cara mereka dapat menjangkau tempat kedudukan cahaya yang dicarinya, karena cahaya terang tersebut terlihat ada dipuncak Gunung. Tempat dimana mereka beristirahat dan terdapat banyak batu-batuan itu diberi nama ‘Watu Kumpul’.
Karena tekadnya yang kuat, pendakian itu dilakukan hingga akhirnya sampailah mereka di tempat yang dituju. Terlihat oleh mereka seorang pertapa yang menyandarkan dirinya pada sebatang pohon jambu yang mengeluarkan sinar yang bercahaya menjulang tinggi ke angkasa. Perlahan-lahan Syekh Maulana Maghribi dan Haji Datuk menuju mendekati tempat tersebut sambil mengucapkan salam ‘Assalamu’alaikum’, tetapi tidak dijawabnya oleh si petapa meskipun berulangkali diucapkan. Setelah ternyata salamnya tidak mendapat jawaban, maka Haji Datuk berkata pada Syekh Maulana Maghribi : ‘Kiranya pertapa itu adalah seorang Budha’. Mendengar perkataan tersebut, si petapa itu lalu menjawab : ‘Sesungguhnya saya ini adalah orang Budha yang Sakti’. Mendengar kata-kata sakti maka Syekh Maulana Maghribi meminta kepada pemeluk agama Budha tadi, bahwa beliau ingin melihat atau menyaksikan kesaktiannya,maka diambillah tutup kepalanya yang berupa kopiah itu dapat terbang di angkasa. Syekh Maulana Maghribi tergolong orang yang mempunyai kesaktian dan didorong oleh rasa ingin mengimbangi kemukjizatan si pertapa itu, lalu melepaskan bajunya dan dilemparkan keatas, ternyata baju tersebut dapat terbang di udara dan selalu menutupi kopiah si pertapa yang menandakan bahwa kesaktiannya lebih unggul dari kesaktian orang Budha itu,tetapi ia belum mau menyerah dan masih akan mempertontonkan lagi kepandaiannya yang berujud menyusun telur setinggi langit. Melihat keadaan tersebut diatas Syekh Maulana Maghribi merasa heran, namun demikian ia tidak mau dikalahkan begitu saja, maka dengan tenangnya diperintahkan kepada si pertapa agar ia mau mengambil telur itu satu persatu dari bawah tanpa ada yang jatuh. Ternyata pertapa itu tidak sanggup melakukannya. Karena si pertapa sudah benar-benar tidak melakukannya hal tersebut, maka Syekh Maulana Maghribi mengambil tumpukan telur tadi dimulai dari bawah sampai selesai dengan tidak ada satupun yang jatuh.
Syekh Maulana Maghribi masih merasa belum puas dan masih meneruskan perjuangannya sekali lagi dengan memperlihatkan pemupukan periuk-periuk berisi air sampai menjulng tinggi. Lalu, Syekh Maulana Maghribi berkata : ‘Ambillah periuk-periuk itu satu demi satu dari bawah tanpa ada yang berjatuhan’. Setelah ternyata tidak ada kesanggupan daari si pertapa, maka beliau sendirilah yang melakukannya dan periuk yang terakhir itu pecah dan airnya memancar kesegala penjuru.
Akhirnya si pertapa yang mengaku bernama ‘Jambu Karang’ (nama tersebut berasal dari pohon sandarannya, yaitu sebatang pohon jambu dimana disekelilingnya terdapat batu-batuan) menyerah kalah serta berjanji akan memeluk agama Islam. Janji tersebut diterima oleh Syekh Maulana Maghribi dan Jambu Karang diperintahkan untuk memotong rambut dan kukunya dan selnjutnya dikubur di ‘Penungkulan’ (tempat dimana si pertapa menyerah kalah). Kemudian dilakukan upacara penyucian dengan air zam-zam yng dibawa oleh Haji Datuk dari Tanah Suci atas perintah Syekh Maulana Maghribi dengan mempergunakan tempat dari bambu (bumbung). Setelah upacara penyucian selesai, bumbung berisikan sisa air disandarkan pada pohon waru, tetap karena kurang cermat menyandarkannya maka robohlah bumbung tadi dan pecah sehingga air sisa tersebut berhamburan dan di tempat tersebut konon kabarnya menjadi mata air yng tidak mengenal kering dimusim kemarau.
Setelah pertapa disucikan menjadi pemeluk agama Islam, maka namanya diubah menjadi ‘Syekh Jambu Karang’. KemudianSyekh Jambu Karang akan mendapatkan wejangan (bai’at), beliau menunjukkan suatu tempat yang serasi dan cocok untuk upacara bai’at tersebut yaitu diatas bukit ‘Kraton’. Sesaat setelah Syekh Jambu Karang menerima wejangan, turun hujan lebat disertai dengan angin ribut yang mengakibatkan pohon-pohon disekeliling tempat itu menundukkan dahan-dahannya seperti sedang menghormati Gunung Kraton yaitu tempat dimana Syekh Maulana Maghribi sedang memberikan wejangan (membai’at) Syekh Jambu Karang menjadi seorang Muslim. Menurut hikayatnya, Syekh Jambu Karang mempunyai seorang putri bernama ‘Rubiah Bhakti’ yang dipersunting oleh Syekh Maulana Maghribi, setelah Syekh Jambu Karang menjadi seorang Muslim dengan mas kawin berupa mas merah setanah Jawa. Setelah memperistrikan putri Syekh Jambu Karang, Syekh Maulana Maghribi berganti nama menjadi ‘Atas Angin’. Dari perkawinannya tersebut menurunkan lima orang putera dan puteri, yaitu :
1. Makdum Kusen (Makam di Rajawana)
2. Makdum Medem (Makam di Cirebon)
3. Makdum Umar (Makam diKarimun Jawa)
4. Makdum (yang menghilang atau murca)
5. Makdum Sekar (Makam di Gunung Jembangan)
Adapun Syekh Jambu Karang tetap bermukim di Gunung Kraton, dan setelah wafat dimakamkan ditempat itu pula dan tempat pemakamannya disebut ‘Gunung Munggul’ (puncak yang tertinggi didaerah itu).
Syekh Maulana Maghribi yang terkenal dengan ‘Mbah Atas Angin’ selama empat puluh lima tahun bermukim disuatu tempat atau pedukuhan yang bernama ‘Banjar Cahayana’ (mungkin tempat tersebut didiami setelah menemukan cahayanya). Di tempat tersebut Mbah Atas Angin menderita penyakit gatal-gatal yang susah disembuhkan. Hal ini menimbulkan keprihatinan disertai dengan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa supaya diberi rahmat serta berkah terhindar dari penyakitnya itu.
Sesudah sholat Tahajud.dia mendapat Ilham bahwa dia harus pergi ke Gunung ‘Gora’ dimana ia akan mendapatkan obat mujarab untuk menyembuhkan penyakitnya itu. Kemudian pagi-pagi waktu Shubuh Mbah Atas Angin bersama Haji Datuk pergi kearah barat dan pada siang hari sampailah mereka dilereng Gunung Gora. Sesudah sampai di lereng Gunung Gora beliau meminta Haji Datuk untuk meninggalkannya dan beristirahat sambil menunggu di tempat yang datar, sebab Mbah Atas Angin akan meneruskan perjalanannya kearah suatu tempat yang mengepulkan asap. Ternyata disitu ada sumber air panas dan Syekh Maulana Maghribi menyebutnya ‘Pancuran Pitu’ yang artinya sebuah sumber air panas yang mempunyai tujuh mata air. Setiap hari Syekh Maulana Maghribi mandi secara teratur di tempat itu, dengan begitu dia sembuh dari penyakit gatalnya. Sesudahnya beliau memanjatkan do’a syukur kehadirat Illahi serta mengucap syukur bahwasanya ia telah dikaruniai sembuh dari sakitnya yang telah sangat lama dideritanya. Setelah ia kembali ketempat dimana Haji Datuk menunggu, ia berkata : Saksikanlah, saya sekarang telah sembuh dari sakitku dan telah terhindar dari penderitaan. Selanjutnya Dia mengganti nama Gunung Gora itu menjadi ‘Gunung Slamet’. Slamet dalam bahasa Jawa berarti aman. Selama Syekh Maulana Maghribi berobat di Pancuran Pitu, Haji Datuk tetap dan taat menunggu ditempat yang ditunjuk semula dan kepadanya diberi julukan ‘Haji Datuk Rusuladi’. Rusuladi artinya ‘Batur Yang Baik’ (Adi). Dan konon kabarnya tempat tersebut oleh penduduk sekitarnya hingga kini disebut dengan ‘BATURRADEN’.
WISATA BATURADEN
BATURADEN tempat wisata alam yang indah. dalam pariwisata baturaden memiliki  wisata pemandian air panas pancuran 3 dan pancuran 7, wisata telaga sunyi, wisata peternakan sapi.
Bookmark this post:
StumpleUpon Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google

Pesan Sponsor

  jual masker
  internet sukses
Bisnis Pulsa   hot club
gudang materi   Investasi 10 milyar
7 Video Gratis Hasilkan 40 Juta dari Clickbank   SMS Gratis
iklan anda   iklan anda
 

Copyright Racana Pandega STMIK AMIKOM PURWOKERTO